13 December 2014

Otak yang Berisik

Posted by Icha Anindya at Saturday, December 13, 2014 0 comments
Hari ini aku dan Mamah melakukan petualangan sehari, Jogja-Solo-Jogja, naik kereta api. Sepanjang perjalanan, baik pergi mau pun pulang, tidak seperti biasanya aku tidak bisa tidur. Atau setengah tidur dan setengah tidak. Padahal buatku kondisi kereta cukup nyaman. Aku duduk memejamkan mata, tapi bukannya terlelap, rasanya aku malah bisa mendengar seluruh percakapan orang-orang seisi gerbong. Suara mereka mendengung bersahutan. Aku tidak tahu orang yang mana bicara apa, tapi kupikir aku bisa mendengar semua yang mereka ucapkan. Aku berusaha membiarkan suara mereka lewat, membayangkan diriku menatap dinding kosong, mencoba tidak membayangkan siapa sedang bicara apa. Tapi semakin aku berusaha, percakapan mereka semakin keras mendengung dalam otakku, bercampur dengan suara-suara yang memang sudah ada dalam kepalaku.

Kau tahu, kepalaku tidak pernah berhenti bicara. Otakku sangat berisik, sama sepertiku. Seolah-olah ada ratusan diriku dalam versi mini di dalam sana, saling bercakap-cakap, bergosip, merancang skenario, menebak-nebak apa yang dipikirkan orang lain, menggalau, membayangkan adegan romantis dalam novel yang baru saja kubaca, menggerutu, bahkan bersenandung. Aku tidak yakin suara yang mana yang membuatku tidak bisa tidur. Suara orang-orang, suara otakku sendiri, atau yang lebih parah, combo keduanya.

Lalu di seberang tempat dudukku di kereta, ada seorang gadis kecil dan ibunya. Gadis kecil itu wujudnya nyaris sama denganku ketika umurku kira-kira 3 atau 4 tahun. Kalau sekarang aku seumurnya dan kami berdiri bersebelahan, kami pasti seperti anak kembar. Ibunya duduk di ujung kursi sementara gadis kecil itu tidur telentang dengan damai sejahtera, hampir sepanjang perjalanan. Lalu aku berpikir, dua puluh tahun lagi gadis kecil itu akan seumurku. Apa otaknya juga akan berisik sepertiku? Dan sebaliknya, aku ingin kembali jadi anak kecil seperti dia, ketika otakku belum berisik seperti sekarang. Ketika tidak ada yang perlu dipikirkan. Ketika hal yang bisa membuatku menangis hanyalah es krim coklat yang terhalang restu orang tua.

Dan malam ini, aku mengantuk sekali. Tapi aku malah memikirkan sesuatu yang sering diucapkan pacarku, yang aku tak juga paham maksudnya: koneksi. Hari ini entah bagaimana aku ingin diriku menjadi seorang observer, mengamati orang-orang. Tentunya dengan sedikit modifikasi versiku sendiri, yaitu mengamati dan menebak-nebak isi pikiran mereka. Apa dengan hal sesederhana itu kau bisa terkoneksi dengan sekitarmu? Apa menjadi terkoneksi sampai bisa membuatmu mendengar percakapan seisi gerbong hingga kau tak bisa tidur? Atau itu cuma karena kau tak bisa menyumpal telinga dengan musik?
 

Imaginary Fairytales Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review